Proposal Riset Aksesibilitas Fisik di Trotoar Kel Siwalankerto, Surabaya

PROPOSAL PENELITIAN

Aksesibilitas Fisik di Trotoar Kel Siwalankerto, Surabaya

Oleh:

Ir. I Gusti Nyoman Sulendra NIP: 81-009 (Ketua)

Gunawan Tanuwidjaja ST.MSc., NIP: 10-012

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

TAHUN 2016

 

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Aksesibilitas Fisik di Trotoar Kel Siwalankerto, Surabaya
2. Ketua Tim Peneliti  
a. Nama Lengkap : Ir. I.G.N. Sulendra
b. Jenis Kelamin : Laki – Laki
c. NIP/Golongan : 81-009/ IIID
d. NIDN : –
e. Strata/Jabatan Fungsional : –
f. Jabatan Struktural : –
g. Bidang Keahlian : Teknologi Bangunan/

 

h. Fakultas/Program Studi : Teknik Sipil dan Perencanaan/ Arsitektur
i. Telepon/Faks/E-mail : 031 298 3382/+62 812 212 208 42/

gunte@petra.ac.id,

j. Tim Peneliti :

 

No Nama dan Gelar Akademik NIDN Bid. Keahlian Fak/Program Studi Perguruan Tinggi
1 Gunawan T. ST. MSc. NIP. 10-012 0708087806 KBK Perumahan dan Permukiman pada Semester Genap 2015-2016 Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan/ Prodi Arsitektur Universitas Kristen Petra

 

Mahasiswa yang akan ikut serta dalam Penelitian : Peserta Mata Kuliah KKP Desain Inklusi Semester Gasal 2015 -2016

Daniel Leite

Gabriel Reynard

Nicholas Putra

Vito Kosasih

Cynthia Tandiono

Claudia Leviba

Monalisa

Joshua Kent

Alvin Gorenza

Ayling

Jonathan Supranata

Grace Silvani

 

 

4. Lokasi Penelitian :  Surabaya, beberapa lokasi utama ialah

•BADAN KESATUAN BANGSA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT (BAKESBANGLINMAS)

Jl. Jaksa Agung Suprapto No. 2 – 4 Surabaya

Telp. 031-5351314, 5353000 atau 5312144 psw. 525 dan 173

•Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya

Alamat :Jl. Pacar No. 8 Surabaya

Telp. (031) 5312144 Psw. 548

•Badan Pusat Statistik Kota Surabaya (Statistics of Surabaya City)

Jl. A. Yani 152 E Surabaya 60231 Jawa Timur Indonesia, Telp (62-31) 8296692, Faks (62-31) 8296691, Mailbox : bps3578@bps.go.id

•Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan

Alamat : Jl. Jimerto No. 6-8 Surabaya

Telp. (031) 5343051-57

Psw. 153

•Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang

Alamat : Jl. Jimerto 8 Surabaya

Telp. (031) 5343051-57

Telp. (031) 5312144 Psw. 533

Telp. (031) 5461865

•Dinas Perhubungan

Alamat :Jl. Dukuh Menanggal No.1 Surabaya

Telp. (031) 8295335, 8295324 Psw. 10

•Dinas Sosial

Alamat : Jl. Kedungsari 18 Surabaya

Telp. (031) 5346317

 

5. Kerjasama dengan Institusi lain : –
6. Biaya Penelitian
a. Disediakan UK Petra : Rp.-
b. Dari sumber lain (bila ada) : Rp.-

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Menyetujui,

Ketua Prodi Arsitektur

 

 

 

 

 

Eunike Kristi Julistiono, S.T., M.Des.Sc.(Hons.)

NIP. 04-001

Surabaya, 19 Agustus 2016

 

Peneliti

 

 

 

 

 

Ir. I.G.N. Sulendra

NIP: 81-009


BAB I. PENDAHULUAN

 

1.1.Latar Belakang Masalah

          Pada Kompas Jawa Timur 17 Juli 2006, memuat dua buah liputan tentang aksesiblitas berjudul ‘Butuh Ruang untuk Masyarakat Inklusif’ dan ‘Memimpikan Surabaya lebih Humanis’. Kedua tulisan tersebut menyorot tentang tidak tersedianya aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas (difable/ penyandang cacat). Hal ini juga mempengaruhi hak – hak hokum, sosial dan ekonomi dari para penyandang disabilitas ini. [1]

Pemerintah sesungguhnya sudah mengeluarkan banyak peraturan aksesibilitas di level nasional tetapi implementasi di lingkungan sangat berbeda. Dua dari peraturan itu ialah: Keputusan Mentri (Kepmen). Pertama Kepmen Pekerjaan Umum (PU) Nomor 468 tahun 1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan dan Lingkungan dan kedua adalah Kepmen Perhubungan Nomor 71 tahun 1999 tentang aksesibitas transportasi umum. Tapi sayangnya peraturan ini belum terimplementasi secara sempurna

Prodi Arsitektur UK Petra berniat untuk mendokumentasikan prestasi Ibu Walikota Dr. (Hons). Tri Rismaharini (Risma) ST. MT. yang membuat kota Surabaya yang humanis dengan berbagai trotoar yang cukup lebar, taman kota yang asri, dan berbagai prestasi lainnya. Dokumentasi ini bertujuan untuk mencoba untuk mengangkat kembali hak – hak para penyandang disabilitas di Surabaya dan bagaimana menyelesaikan isu – isu ini secara lebih nyata baik secara fisik maupuin non- fisik. Terutama pada desain trotoar di sekitar Jl. Siwalankerto

Solusi redesain fasilitas Kota Surabaya bersama para penyandang disabilitas diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan dari seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali. Sehingga cita-cita untuk membangun masyarakat Surabaya sehat dan manusiawi dalam visi kota Surabaya dapat terwujud dengan menciptakan Kota Surabaya untuk semua. [2]

 

1.2. Identifikasi Masalah

Hak – hak penyandang disabilitas belum terwadahi sepenuhnya seperti:

  • Aksesibilitas fisik kepada perumahan, transportasi, pendidikan terutama yang dicapai melalu torotar di Siwalankerto

 

1.3. Rumusan Masalah

  • Apakah Trotoar di Jl. Frontage Ahmad Yani, Jl. Siwalankerto, serta di sekitar UK Petra cukup akses bagi para difabel (kursi roda, dan tuna netra)
  • Apakah peraturan – peraturan aksesibilitas ini terutama Keputusan Mentri (Kepmen). Pertama Kepmen Pekerjaan Umum (PU) Nomor 468 tahun 1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan dan Lingkungan sudah dipenuhi?

 

1.3. Tujuan Riset

  • Menguji aksesibilitas Trotoar di Jl. Frontage Ahmad Yani, Jl. Siwalankerto, serta di sekitar UK Petra cukup akses bagi para difabel (kursi roda, dan tuna netra) secara real dengan simulasi bersama para mahasiswa
  • Menguji penerapan peraturan aksesibilitas ini terutama Keputusan Mentri (Kepmen). Pertama Kepmen Pekerjaan Umum (PU) Nomor 468 tahun 1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan dan Lingkungan sudah dipenuhi?

 

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Dibatasi pada trotoar yang didesain pada sisi jalan Frontage A Yani dalam Kelurahan Siwalankerto dan Jl. Siwalankerto, serta Jl. Siwalankerto Permai yang didesain oleh pengembang.


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

 

Desain Berkelanjutan harus diwadahi dalam desain bangunan dengan Strategi Desain Berkelanjutan yang diusulkan oleh UIA dalam Deklarasi Kopenhagen yang terkait dengan Desain Inklusif (http://www.uia-architectes.org/image/PDF/COP15/COP15_Declaration_EN.pdf) [3]:

  • Desain yang Berkelanjutan dimulai pada tahap – tahap awal proyek dan memerlukan komitmen antara semua pemangku kepentingan:, klien perancang, insinyur, wewenang, kontraktor, pemilik, pengguna dan masyarakat …
  • Desain yang Berkelanjutan mengakui bahwa semua proyek arsitektur dan perencanaan merupakan bagian dari sistem interaktif yang kompleks, dikaitkan dengan lingkungan yang lebih luas alami, dan mencerminkan warisan, budaya, dan nilai-nilai sosial dari kehidupan sehari-hari masyarakat …
  • Desain yang Berkelanjutan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup, mempromosikan keadilan baik lokal maupun global, memajukan kesejahteraan ekonomi dan memberikan kesempatan bagi keterlibatan masyarakat dan pemberdayaan. …
  • Desain yang Berkelanjutan mendukung pernyataan UNESCO bahwa keragaman budaya, sebagai sumber pertukaran, inovasi dan kreativitas, adalah sangat diperlukan untuk manusia seperti halnya keanekaragaman hayati untuk alam.

Aksesibilitas pengguna desain inklusi sebenarnya sudah dijamin oleh berbagai peraturan, seperti UU no 4 tahun 1997; PP No. 43 Tahun 1998; Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 30/PRT/M/2006). Jaminan ini juga seharusnya diperkuat dengan berbagai program Pemerintah seperti Gerakan Nasional untuk kaum difabel seperti GAUN 2000 dan GAUN 2005, tetapi pada kenyataannya perihal aksesibilitas ini masih merupakan isu yang kurang penting bagi masyarakat di Indonesia.

Tabel 1  Spectrum of Human Abilities (Spektrum Kemampuan Manusia)

Inclusive Design

Sumber: http://www-edc.eng.cam.ac.uk/betterdesign

Universal Design

Sumber: http://www.ncsu.edu/www/ncsu/design/sod5/cud/

·         Sensorik [Penglihatan dan Pendengaran] – Sensory (vision and hearing)

·         Kognitif [Berpikir dan Berkomunikasi)] – Cognitive (thinking and communication)

·         Motor [penggerak, pencapaian & rentangan dan ketangkasan] – Motor (locomotion, reach & stretch and dexterity)

·         Kognisi (Cognition)

·         Pengelihatan (Vision)

·         Mendengar dan Ucapan (Hearing and Speech)

·         Fungsi Tubuh (Body Functions)

·         Fungsi Lengan (Arm Functions)

·         Fungsi Tangan (Hand Functions)

·         Mobilitas (Mobility)

·         Variasi harus dipertimbangkan adalah: usia, kecacatan, Lingkungan, situasi tertentu (Variations should be considered are: age, disability, the Environment, particular situations)

 

Pendekatan (Desain Inklusi) harus memenuhi prinsip – prinsip sbb :

  • User Centered (Berpusat pada Kebutuhan Pengguna) – setiap Individu dalam populasi memiliki berbagai kemampuan, ketrampilan, pengalaman masa lalu, keinginan dan pendapat yang berbeda. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hal ini dengan waktu yang tepat, dengan fokus yang tepat dan dalam kerangka desain yang tepat agar dapat menghasilkan pemahaman dan kebutuhan pengguna.
  • Population aware (Kesadaran atas Populasi) – Sudut pandang umum yang salah ialah seseorang menggolongkan sebagai penyandang cacat atau sebagai orang yang mampu sepenuhnya, namun sesungguhnya terdapat spektrum kemampuan yang luas yang tampak jelas pada populasi apapun.
  • Business focused (Terfokus pada Bisnis) – Setiap keputusan yang dibuat selama siklus desain dapat mempengaruhi hasil desain inklusi dan kepuasan pengguna. Kegagalan untuk memahami kebutuhan pengguna dapat menghasilkan produk yang memisahkan orang – orang secara tidak perlu dan menimbulkan lebih banyak frustrasi, sehingga menimbulkan masalah lainnya. Sebaliknya, keberhasilan implementasi desain inklusi dapat menghasilkan produk yang fungsional, bermanfaat, diinginkan, dan akhirnya menguntungkan.

 

Dapat disimpulkan bahwa dengan pendekatan Desain Inklusi di atas maka desain arsitektural juga harus memperhatikan kelayakan ekonomi, jumlah dan typologi pengguna, dan kebutuhan pengguna yang akan menggunakannya. Untuk itu diperlukan riset awal sebelum melakukan desain. Kondisi ini menyebabkan sulitnya penerapan Desain Inklusi dibandingkan dengan Desain konvensional.

Selanjutnya 7 Prinsip Desain Inklusi yang seharusnya diterapkan pada bangunan umum sbb:

  • PRINSIP SATU: Equitable Use (Kesetaraan dalam Penggunaan) – Desain akan menjadi berguna dan dapat dipasarkan untuk seluruh orang dengan kemampuan yang beragam.
  • Menyediakan sarana yang sama untuk digunakan oleh semua pengguna: fasilitas yang identik bila memungkinkan, fasilitas yang setara bila tidak memungkinkan.
  • Hindari memisahkan atau melakukan stigmatisasi pada pengguna manapun.
  • Menyediakan privasi, keamanan, dan keselamatan yang sama bagi semua pengguna.
  • Membuat desain yang menarik bagi semua pengguna.
  • PRINSIP DUA: Flexibility in Use (Fleksibilitas dalam Penggunaan) – Desain mengakomodasi berbagai preferensi dan kemampuan setiap individu.
  • Memberikan pilihan dalam metode yang digunakan.
  • Mengakomodasi kemungkinan pengguna tangan kanan atau tangan kiri.
  • Memfasilitasi keakuratan dan tingkat presisi dari pengguna.
  • Memberikan kemungkinan adaptasi terhadap kecepatan pengguna.
  • PRINSIP KETIGA: Simple and Intuitive Use (Penggunaan yang Sederhana dan Intuitif) Penggunaan desain harus dapat dimengerti dengan mudah, tidak tergantung pada perbedaan pengalaman, pengetahuan, keterampilan bahasa, atau tingkat konsentrasi saat itu dari seluruh pengguna.
  • Menghilangkan kompleksitas yang tidak perlu.
  • Konsisten untuk mencapai harapan pengguna dan mengantisipasi intuisi pengguna.
  • Mengakomodasi berbagai jenis keterampilan melek huruf dan keterampilan bahasa.
  • Mengatur informasi sesuai dengan derajat kepentingannya.
  • Menyediakan masukan dan umpan balik yang efektif selama dan setelah selesai penggunaan atau tugas.
  • PRINSIP KEEMPAT: Perceptible Information (Informasi yang Jelas) – Desain harusnya mengkomunikasikan informasi yang penting (diperlukan) secara efektif kepada pengguna, terlepas dari kondisi lingkungan atau kemampuan indra pengguna.
  • Menggunakan bentuk komunikasi yang beragam ( dengan gambar, verbal, taktil) untuk mempresentasikan informasi penting secara memadai.
  • Memaksimalkan “keterbacaan” informasi penting.
  • Melakukan diferensiasi elemen – elemen cara menjelaskan (misalnya, memudahkan untuk penyampaian instruksi atau petunjuk). Menyediakan kesesuaian dengan berbagai teknik atau peralatan yang digunakan oleh orang-orang dengan keterbatasan indrawi.
  • PRINSIP KELIMA: Tolerance for Error (Memberikan Toleransi terhadap Kesalahan) – Desain harus meminimalkan bahaya dan konsekuensi yang merugikan dari tindakan disengaja atau kecelakaan.
  • Mengatur elemen untuk meminimalkan bahaya dan kesalahan: elemen yang paling mudah diakses; unsur yang sangat berbahaya harus dieliminasi, terisolasi, atau dilindungi.
  • Memberikan peringatan atas potensi bahaya dan kesalahan.
  • Menyediakan gagal fitur yang tidak memberikan kesempatan untuk gagal (atau aman walaupun gagal bekerja).
  • Mencegah terjadinya tindakan yang tidak sadar dalam hal yang membutuhkan kewaspadaan.
  • PRINSIP KEENAM: Low Physical Effort (Memerlukan Upaya Fisik yg Rendah) – Desain dapat digunakan secara efisien dan nyaman dan hanya menimbulkan kelelahan minimum.
  • Membiarkan pengguna untuk mempertahankan posisi tubuh netral.
  • Menggunakan kekuatan operasi yang wajar.
  • Meminimalkan tindakan berulang.
  • Meminimalkan upaya fisik yang terus menerus.
  • PRINSIP KETUJUH: Size and Space for Approach and Use (Menyediakan Ukuran dan Ruang untuk Pendekatan dan Penggunaan)- Ukuran dan ruang yang sesuai seharusnya disediakan untuk memudahkan pendekatan, pencapaian, manipulasi, dan penggunaan terlepas dari ukuran tubuh pengguna, postur, atau mobilitasnya.
  • Memberikan garis yang jelas terlihat pada unsur-unsur penting bagi setiap pengguna yang berada pada posisi duduk atau berdiri.
  • Membuat setiap pengguna dapat mencapai semua komponen secara nyaman baik dalam posisi duduk atau berdiri.
  • Mengakomodasi variasi di tangan dan ukuran genggaman.
  • Menyediakan ruang yang cukup untuk penggunaan alat bantu atau bantuan pribadi.

 

Dapat disimpulkan bahwa Aksesibilitas dalam Desain Inklusi bukan semata – mata mengikuti standar atau pedoman aksesibilitas, Tetapi mewadahi kebutuhan pengguna dengan solusi desain yang kreatif, efektif dan layak secara ekonomi. Sehingga seharusnya kriteria Desain Inklusi mencakup sbb :

  • Functional (Fungsional) – Produk – produk harus menyediakan fitur yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dan keinginan – keinginan pengguna dimaksud. Sebuah produk dengan banyak fitur tidak dijamin akan fungsional!
  • Usable (Dapat digunakan) – Produk – produk yang mudah dioperasikan adalah yang menyenangkan dan memberikan kepuasan bagi pengguna, sedangkan produk – produk yang memberikan tuntutan tinggi pada pengguna akan menyebabkan frustrasi bagi banyak orang dan bahkan memisahkan beberapa orang sama sekali.
  • Desirable (Diinginkan) – Sebuah produk mungkin sangat diinginkan karena berbagai alasan, termasuk menjadi mencolok dari segi estetis atau menyenangkan untuk disentuh, menunjukkan status sosial, atau membawa dampak positif terhadap kualitas hidup.
  • Viable (Layak) – Keberhasilan bisnis dari produk dapat diukur dengan profitabilitasnya. Hal ini biasanya merupakan hasil dari produk yang fungsional, bermanfaat, dan diinginkan, dan yang dipasarkan pada saat yang tepat dengan harga yang tepat.

 

Langkah – langkah untuk melakukan Desain Inklusi dapat dideskripsikan sebagai berikut :

  • Discover: Menemukan kebutuhan nyata dari semua orang (stakeholders).
  • Translate: Menerjemahkan kebutuhan ini pada tujuan desain (design intent) atau spesifikasi desain.
  • Create: Menciptakan konsep awal (preliminary concept) yang dievaluasi terhadap spesifikasi desain.
  • Develop: Mengembangkan desain detail (detailed design) dari produk final atau servis untuk diproduksi atau dikonstruksikan.
  • Evaluation: Proses Evaluasi dilakukan sepanjang proses ini

 

Sehingga Bangunan Umum, yang harus mengikuti Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 30/PRT/M/2006) juga mengikuti Prinsip dan Kriteria Desain Inklusi di atas.  Beberapa standar ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

 

2.1. Jalur Pedestrian

 

  1. Esensi: Jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi penyandang cacat secara mandiri yang dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman, mudah, nyaman dan  tanpa hambatan.
  2. Persyaratan
  3. Permukaan: Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin. Hindari sambungan atau gundukan pada permukaan, kalaupun terpaksa  ada, tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm. Apabila menggunakan karpet, maka  bagian tepinya harus dengan konstruksi yang permanen.
  4. Kemiringan: Perbandingan kemiringan maksimum adalah 1:8 dan pada setiap jarak max 900 cm diharuskan terdapat bagian yang datar minimal 120 cm.
  5. Area istirahat: Terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan penyandang cacat dengan menyediakan tempat duduk santai di bagian tepi.
  6. Pencahayaan: berkisar antara 50-150 lux tergantung pada intensitas pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
  7. Perawatan: dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan.
  8. Drainase: Dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5 cm, mudah

dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi ram.

  1. Ukuran : Lebar minimum jalur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah dan 160 cm untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu,  lubang drainase/gorong-gorong dan benda-benda lainnya yang menghalangi.
  2. Tepi pengaman/kanstin/low curb : Penting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat tuna netra ke arah-area yang berbahaya. Tepi pengaman dibuat setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur pedestrian.

 

Gambar 1 . Prinsip Perencanaan Jalur Pedestrian

 

 

Gambar 2. Penempatan Pohon, Rambu dan Street Furniture

 

 

 

2.2. Jalur Pemandu

  1. Esensi: Jalur yang memandu penyandang cacat untuk berjalan dengan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan.
  2. Persyaratan
  3. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis menunjukkan arah perjalanan.
  4. Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi peringatan terhadap adanya perubahan situasi di sekitarnya/warning.
  5. Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu (guiding blocks):
  6. Di depan jalur lalu-lintas kendaraan;
  7. Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau fasilitas persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai;

iii. Di  pintu masuk/keluar pada terminal transportasi umum atau area penumpang;

  1. Pada pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan; dan
  2. Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke stasiun transportasi umum terdekat.
  3. Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada pedestrian yang telah ada perlu memperhatikan tekstur dari ubin eksisting, sedemikian sehingga tidak terjadi kebingungan dalam membedakan tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin peringatan.
  4. Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pemandu dengan ubin lainnya, maka pada ubin pemandu dapat diberi warna kuning atau jingga.
  5. Ukuran dan Detail Penerapan Standar


Gambar 3.Prinsip Perencanaan Jalur Pemandu

2.2. Ram (Bidang Landai)

  1. Esensi: Ram adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga.

 

  1. Persyaratan-persyaratan
  2. Kemiringan suatu ram di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7°, dengan perbandingan antara tinggi dan kelandaian 1:8. Perhitungan kemiringan tersebut  tidak termasuk awalan atau akhiran ram (curb ramps/landing) Sedangkan  kemiringan suatu ram yang ada di luar bangunan maksimum 6°, dengan  perbandingan antara tinggi dan kelandaian 1:10.
  3. Panjang mendatar dari satu ram dengan perbandingan antara tinggi dan kelandaian 1:8 tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ram dengan kemiringan  yang lebih rendah dapat lebih panjang.
  4. Lebar minimum dari ram adalah 95 cm tanpa tepi pengaman, dan 120 cm dengan tepi pengaman. Untuk ram yang juga digunakan sekaligus untuk pejalan kaki dan  pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara seksama lebarnya,  sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau dilakukan  pemisahan ram dengan fungsi sendiri-sendiri.
  5. Muka datar/bordes pada awalan atau akhiran dari suatu ram harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda  dengan ukuran minimum 160 cm.
  6. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ram harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.
  7. Lebar tepi pengaman ram/kanstin/low curb 10 cm, dirancang untuk menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ram. Apabila  berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau persimpangan harus  dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.
  8. Ram harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu penggunaan ram saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian-bagian ram yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.
  9. Ram harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 – 80 cm.

 


Gambar 4. Desain Ram

 


BAB III. METODE PENELITIAN

 

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pengecekan langsung bersama mahasiswa  yang berperan sebagai difabel.

 

3.2. Prosedur Penelitian

Langkah dalam penelitian ini adalah:

  • Tinjauan pustaka
  • Pengurusan administrasi/ perijinan
  • Pengumpulan data sekunder tentang Disabilitas
  • Survey Aksesibilitas di Trotoar
  • Analisa
  • Penyusunan laporan

3.3. Daftar Pustaka

 

Center for Inclusive Design and Environmental Access, (2010), Design Resources, Architectural Wayfinding, School of Architecture and Planning, University of Buffalo

Duarte, C.R., Cohen, R., (2007), Research and Teaching of Accessibility and Universal Design on Brazil: Hindrances and Challenges in a Developing Country dalam Nasar, J. L., Evans-Cowley, J (ed), (2007), Universal Design and Visitability: From Accessibility to Zoning, The John Glenn School of Public Affairs, Columbus, Ohio

http://www.ncsu.edu/www/ncsu/design/sod5/cud/

http://www-edc.eng.cam.ac.uk/betterdesign

Lackney, J., (1999), Twelve Design Principles. Presentation at CEFPI Conference Workshop. Minneapolis, MN.

Levine, Danise. (2003). Universal Design New York 2. New York : Center for Inclusive Design & Environmental Access

Nasar, J. L. and Evans-Cowley, J. (2007). Universal design and visitability: from accessibility to zoning. Ohio : National Endowment for Arts

Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 30/PRT/M/2006)

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006. Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesiilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998

Puspitasari, F.M. (2011), Karakteristik Lingkungan Fisik sebagai Pendukung Mobilitas Siswa Tunanetra di Lingkungan Sekolah Luar Biasa, Studi Kasus SMP LB A Yayasan Pendidikan Anak Buta, Surabaya,.

Sanoff, H., (1991), Visual Research Methods in Design, Department of Architecture, School of Design and Environment, North Carolina University, Van Nostrand Reinhold, New York.

Sanoff, H., Palasar, C., & Hashas, M., (1999), School Building Assessment Methods, School of  Architecture, College of Design, North Carolina State University with support from the National Clearinghouse for Educational Facilities

Shils, E. (1985): Sociology, pp. 799-811 in: The Social Science Encyclopedia, Routledge & Kegan Paul, London. Dikutip dalam Ashford, J.B., LeCroy, C.W., & Lortie, K.L., (2009), Human Behavior in the Social Environment: A Multidimensional Perspective, Edisi 4, Penerbit Cengage Learning, ISBN 0495601691, 9780495601692.

Undang – Undang  no 4 tahun 1997

[1] http://cakfu.info/2006/07/mewujudkan-surabaya-untuk-semua/

[2] Ibid.  http://cakfu.info/2006/07/mewujudkan-surabaya-untuk-semua/

[3] http://www.uia-architectes.org/image/PDF/COP15/COP15_Declaration_EN.pdf

Tinggalkan komentar